Selasa, 17 Desember 2013
A.
Pengertian
Pondok Bersalin Desa (POLINDES)
Pondok bersalin
desa (Polindes) adalah salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam
menyediakan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak
lainnya, termasuk kb di desa (Depkes RI,1999) polindes dirintis dan dikelola
oleh pamong desa setempat. Berbeda dengan posyandu yang pelaksanaannya
dilakukan oleh kader didukung oleh petugas puskesmas, maka petugas polindes
pelayanannya tergantung pada keberadaan bidan, oleh karena pelayanan di
polindes merupakan pelayan profesi kebidanan.
Kader masyarakat
yang paling berkait dengan pelayanan di polindes adalah dukun bayi, oleh karena
itu polindes dimanfaatkan pula sebagai sarana untuk meningkatkan kemitraan
bidan dan dukun bayi dalam pertolongan persalinan. Kader posyandu dapat pula
berperan di polindes seperti perannya dalam melaksanakan kegiatan posyandu
yaitu dalam penggerakan masyarakat dan penyuluhan. Selain itu bila
memungkinkan, kegiatan posyandu dapat dilaksanakan pada tempat yang sama dengan
polindes. Idealnya suatu polindes mempunyai bangunan tersendiri namun bisa juga
menumpang di salah satu rumah warga atau bersatu dengan kediaman bidan di desa,
dan masih di bawah pengawasan dokter puskesmas setempat (bisma, 2006).
Pertolongan
persalinan yang ditangani di polindes adalah persalinan normal serta kasus
dengan factor resiko sedang (factor yang secara tidak langsung dapat
membahayakan ibu hamil dan bersalin sehingga memerlukan pengawasan serta
perawatan professional). Pondok bersalin desa (polindes) adalah salah satu
bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang merupakan wujud
nyata bentuk peran serta masyarakat didalam menyediakan tempat pertolongan
persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak lainnya, termasuk kb di desa.
B.
Tujuan
Polindes
- Umum : untuk memperluas jangkauan, meningkatkan mutu dan mendekatkan pelayanan KIA/KB kepada masyarakat desa.
- Khusus : meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan ANC dan partus normal di tingkat desa, meningkatkan pembinaan dukun bayi oleh bidan desa.
- Meningkatkan kesempatan konsultasi dan penyuluhan kesehatan bagi ibu dan keluarga.
- Meningkatkan yankes bayi dan anak sesuai dengan kewenangannya
C.
Persyaratan
Polindes
Secara umum
persyaratan untuk mendirikan polindes adalah tersedianya tempat yang bersih,
namun serasi dengan lingkungan perumahan di desa serta tersedianya tenaga bidan
di desa. Secara lebih rinci, persyaratan yang perlu diusahakan adalah :
1. Tersedianya
bidan di desa yang bekerja penuh untuk mengelola polindes
2. Tersedianya
sarana untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi bidan, antara lain :
a. Bidan
kit
b. IUD
kit
c. Sarana
imunisasi dasar dan imunisasi ibu hamil
d. Timbangan
berat badan ibu dan pengukur tinggi badan
e. Infuse
set dan cairan dextrose 5% NaCl 0,9%
f. Obat-obatan
sederhana dan uteronika
g. Buku-buku
pedoman KIA dan pedoman kesehatan lainnya
h. Incubator
sederhana
3. Memenuhi
persyaratan rumah sehat, antara lain :
a. Penyediaan
air bersih
b. Ventilasi
cukup
c. Penerangan
cukup
d. Tersedianya
sarana pembuangan air limbah
e. Lingkungan
pekarangan bersih
f. Ukuran
minimal 4x4 meter persegi
4. Lokasi
dapat dicapai dengan mudah oleh penduduk sekitarnya dan mudah dijangkau oleh
kendaraan roda empat
5. Ada
tempat untuk melakukan pertolongan persalinan dan perawatan post partum
(minimal satu tempat tidur).
D.
Fungsi
Polindes
1. Sebagai
tempat pelayanan kesehatan ibu dan anak (termasuk kb)
2. Sebagai
tempat pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan
3.
Sebagai tempat untuk konsultasi,
penyuluhan dan pendidikan kesehatan masyarakat dandukun bayi maupun kader.
Faktor
pendukung tumbuh kembang polindes antara lain: dukungan pemerintah daerah
setempat, kerja sama lintas sektor dan lintas program (KIA dan Promkes),
koordinasi yang baik antara puskesmas dengan camat dan kepala desa, kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, keberadaan bidan desa serta
ketrampilan dan keramahan bidan desa. Faktor penghambat tumbuh kembang polindes
antara lain kesulitan mendapatkan lokasi yang strategis, kesulitan menggali
peran serta masyarakat, bidan tidak tinggal di desa, budaya masyarakat
melahirkan di tolong oleh dukun dan melahirkan di rumahnya sendiri.(dinkes
bonbol, 2009).
E.
Kegiatan polindes
1. Pemeriksaan kehamilan, termasuk
pemberian imunisasi pada ibu hamil, deteksi dini resti kehamilan.
2. Menolong persalinan normal dan
resiko sedang.
3. Memberikan yankes pada ibu nifas dan
menyusui.
4. Memberikan yankes pada neonatal,
bayi, balita, anak pra sekolah, imunisasi dasar pada bayi.
5. Memberikan pelayanan KB.
6. Mendeteksi dan memberikan
pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan yang resti baik bagi ibu
maupun bayinya.
7. Menampung rujukan bagi dukun bayi
dan kader kesehatan.
8. Merujuk kelainan ke fasilitas
kesehatan yang lebih mampu.
9. Melatih dan membina dukun bayi
maupun kader.
10. Mencatat dan melaporkan
kegiatan yang dilaksanakan pada puskesmas
F.
Indikator
tingkat perkembangan Polindes
Dalam menganalisa pertumbuhan
polindes harus mengacu kepada indikator tingkat perkembangan polindes yang
mencakup beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
1. Fisik tempat
yang disediakan oleh masyarakat untuk polindes perlu memenuhi persyaratan
antara lain:
a.
Bangunan polindes tampak bersih,
salah satunya di tandai tidak adanya sampah berserakan.
b.
Lingkungan yang sehat bila polindes jauh dari
kandang ternak.
c.
Mempunyai jumlah ruang yang cukup
untuk : pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KIA, mempunyai ruang untuk
pertolongan persalinan.
d.
Tempat pelayanan bersih dengan
aliran udara/ventilasi yang baik terjamin,
e.
Mempunyai perabotan dan alat-alat
yang memadai untuk pelaksanaan pelayanan.
f.
Mempunyai sarana air bersih dan
jamban yang memenuhi persyaratan kesehatan.
Idealnya
suatu polindes mempunyai bangunan sendiri dan memnuhi persyaratan di atas.
2. Tempat
tinggal bidan desa, keberadaan bidan di desa secara terus menerus (menetap)
menentukan afektifitas pelayanannya, termasuk efektifitas polindes. Selain itu,
jarak tempat tinggal bidan yang
menetap di desa dengan polindes. Bidan yang tidak tinggal di desa dianggap
tidak mungkin melaksanankan pelayanan pertolongan persalinan di polindes. Untuk
mempercepat tumbuh kembang polindes bidan harus selalu berada/tingga di desa dan
lebih banyak melayani masalah kesehatan masyarakat desa setempat.
3. Peneglolaan
polindes yang baik akan menentukan kualitas pelayanan, sekaligus pemanfaatan
pelayanan oleh masyarakat. Kriteria pengelolaan polindes yang baik antara
keterlibatan masyarakat melalui wadah lpm dalam menentukan tarif pelayanan.
Tarif yang ditetapkan secara bersama, diharapkan memberikan kemudahan kepada
masyrakat untuk memanfaatkan polindes, sehingga cakupan dan skaligus dapat memuaskan semua pihak.
4. Cakupan
persalinan, tinggi rendahnya cakupan persalinan dipengaruhi banyak faktor,
diantaranya ketersediaan sumber daya kesehatan termasuk didalamnya keberadaan
polindes beserta tenaga profesionalnya, yaitu bidan desa. Tersedianya polindes
dan bidan disuatu desa memberikan kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kia,
khususnya dalam pertolongan persalinan, baik ditinjau dari segi jarak maupun
segi pembiayaan. Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong dipolindes,
selain berpengaruh terhadap kualitas pelayanan ibu hamil, sekaligus mencerminkan
kemampuan bidan itu sendiri baik di dalam kempuan teknis medis maupun
didalam menjalin hubungan dengan masyarakat. Cakupan persalinan dihitung secara
kumulatif selama setahun.
5.
Sarana air bersih, tersedianya air
bersih merupakan salah satu persyaratan untuk hidup sehat. Demikian juga halnya
di dalam operasional pelayanan polindes. Polindes dianggap baik apabila telah
tersedia air bersih yang dilengkapi denagn: mck, tersedianya sumber air (sumur,
pompa, pam, dll) dan dilengkapi pula dengan saluran pembuangan air limbah.
6.
Kemitraan bidan dan dukun bayi kader
masyarakat yang paling terkait dengan pelayanan di polindes adalah dukun bayi.
Karena itu, polindes dimanfaatkan pula sebagai sarana meningkatkan kemitraan
bidan dan dukun bayi dalam pertolongan persalinan. Kemitraan bidan dan dukun
bayi merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan
kemitraan bidan dan dukun bayi merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan
pertolongan persalinan di polindes. Penghitungan cakupan kemitraan bidan dan
dukun dihitung secara kumulatif selama setahun.
7.
Kegiatan kie untuk kelompok sasaran
kie merupakan salah satu teknologi peningkatan peran serta masyarakat yang
bertujuan untuk mendorong masyarakat agar mau dan mampu memelihara dan
melaksanankan hidup sehat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, melalui
jalan komunikasi, informasi dan edukasi yang bersifat praktis. Dengan
keberadaan polindes beserta bidan ditengah-tengah masyarakat diharapkan akan
terjalin interaksi antara bidan dan masyarakat. Semakin sering bidan di desa
menjalankan kie, akan semakin mendorong masyarakat untuk meningkatkan kualitas
hidup sehatnya, termasuk didalamnya meningkatkan kemampuan dukun bayi sebagai
mitra kerja di dalam memberikan penyuluhan kesehatan ibu hamil. Seharusnya
suatu polindes di dalam pelaksanaan kegiatannya telah melakukan kie untuk
kelompok sasaran minimal sekali dalam setiap bulannya. Kegiatan kie ini
dihitung secara kumulatif selama setahun.
8. Dana
sehat/JPKM dana sehat sebagai wahana memendirikan masyarakat untuk hidup sehat,
pada gilirannya diharapkan akan mampu melestarikan berbagai jenis upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat setempat. Suatu polindes dianggap baik bila
masyrakat di desa binaannya telah terliput dana sehat, sehingga diharapkan kelestarian
polindes dapat terjamin, kepastian untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas
tak perlu dikhawatirkan lagi (dinkes bonbol, 2009)
G.
Mutu
dalam pelayanan
Wiyono (1999) menerangkan bahwa mutu dapat dilihat
dari berbagai perspektif :
a.
Untuk pasien dan masyarakat, mutu
pelayanan berarti suatu empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan
harus sesuai dengan kebutuhan mereka dan diberikan dengan cara yang ramah waktu
mereka berkunjung.
b.
Untuk petugas kesehatan, mutu
berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan
derajat kesehatan pasien dan masyarkat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik, dan memenuhi standar yang
baik.
c.
Untuk manager dan administrator,
mutu pelayanan tidak terlalu berhubungan langsung dengan tugas mereka
sehari-hari, namun tetap sama pentingnya. Untuk manager, fokus pada mutu akan
mendorongnya untuk mengatur staf, pasien dan masyarakat dengan baik.
d.
Untuk yayasan atau pemilik rumah
sakit, mutu dapat berarti memiliki tenaga profesionaly yang bermutu dan cukup.
Pada umumnya para manager dan pemilik institusi mengharapkan efesiensi dan
kewajiban penyelanggaran, minimal tidak merugikan jika dipandang dari berbagai
aspek seperti tidak adanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya.Waktu, dan
sebagainya.
H.
Unsur-unsur
pokok dalam Polindes
Unsur-unsur
pokok dalam program menjaga mutu pelayanan agar selalu berkwalitas terbagi atas
4 unsur, diantaranya:
a.
Unsur
Masukan
Unsur masukan adalah semua hal yang
diprlukan untuk terselengaranya suatu pelayanan kesehatan, unsur masukan
terpenting adalah tenaga, dana dan sarana yang meliputi sarana fisik,
perlengkapan, peralatan, organisasi dan managemen, keuangan, sumber daya
manusia serta sumber daya lainnya di fasilitas kesehatan. Hal ini berarti yang
dimaksud dengan struktur adalah input, baik tidaknya struktur sebagai input
dapat diukur dari:
1.
Jumlah besarnya input
2.
Mutu struktur
3.
Besarnya anggaran atau biaya
4.
Kewajaran
Dan sarana
(kualitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
(standar of personels and facilities), serta jika dana yang tersedia tidak
sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan bermutunya
pelayanan kesehatan.
b.
Unsur Lingkungan.
Unsur lingkungan adalah keadaan lingkungan sekitar
yang mempengaruhi penyelanggaran pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi
kesehatan, keadaan sekitar yang terpenting adalah kebijakan, organisasi dan
manajemen tersebut tidak sesuai dengan standar dan/atau tidak bersifat
mendukung, maka sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan kesehatan.
c.
Unsur Proses
Unsur proses adalah semua tindakan yang dilakukan pada
waktu menyelanggarakan pelayanan kesehatan. Tindakan tersebut dapat
dibedakanatas dua macam yakni tindakan medis dan tindakan non-medis, secara
umum disebutkan apabila kedua tindakan ini tidak sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan (standar of conduct), maka sulitlah diharapkan bermutunya
pelayanan kesehtan.
Proses adalah semua kegiatan yang dilaksanakan secara
profesional oleh tenaga kesehatan dan interaksinya dengan pasien. Dalam pengertian proses ini mencakup
diagnosa, rencana pengobatan, indikasi, tindakan, sarana kegiatan dokter, kegiatan perawatan, dan penanganan kasus. Baik
tidaknya proses dapat diukur dari:
1.
Relevan tidaknya proses itu bagi
pasien
2.
Fleksibel dan efektifitas
3.
Mutu proses itu sendiri sesuai
dengan standar pelayanan yang sesuai
4.
Kewajaran, tidak kurang dan tidak
berlebihan.
d.
Unsur Keluaran
Unsur keluaran adalah yang menunjukkan pada penampilan
(performance) pelayanan kesehatan. Penampilan dapat dibedakan atas dua macam,
pertama penampilan aspek medis pelayanan kesehatan, kedua penampilan aspek
non-medis pelayanan kesehatan. Secara umum disebutkan apabila kedua penampilan
ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standar of performance)
maka berarti pelayanan kesehatanyang diselenggarakan bukan pelayanan kesehatan
bermutu. Keempat unsur pelayanan inisaling terkait dan mempengaruhi. Out come
adalah hasil akhir kagiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap
pasien. Penilaian terhadap out come adalah hasil akhir dari kesehatan atau
kepuasan. Outcome jangka pendek seperti sembuh dari sakit, cacat, dan lain-lain.
Outcome jangka panjang seperti kemungkinan-kemungkinan kambuh, kemungkinan
sembuh di masa datang. Berdasarkan dari penilaian di atas, mutu pelayanan yang
baik menurut (sabarguna,2004) adalah:
a.
Tersedia dan terjangkau
b.
Tepat kebutuhan
c.
Tepat sumber daya
d.
Tepat standar profesi/etika profesi.
Senin, 28 Januari 2013
1.
Pengertian
a.
Thypoid abdominalis
adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan
gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
b.
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
disebabkan salmonella typhii, ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala
saluran pencernaan dan gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang
dan gangguan kesadaran). (Soegeng Soegijanto, 2002)
c.
Thypoid
abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella thypii. Penyakit
ini dapat ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi
oleh kuman salmonella thypii. (A. Azis Alimul Hidayat, 2006.).
d.
Thypoid abdominalis merupakan infeksi berat pada usus
yang disebabkan oleh bakteri salmonella typhi. (Anonim, 2007).
e.
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. (Nursalam, M. Nurs
dkk, 2005)
f.
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim
dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah
Noer, 1998 ).
g.
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang
pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% )
dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif
1999).
h.
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1
minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999).
2. Etiologi
Etiologi thypoid
abdominalis adalah salmonella typhi yang berhasil diisolasi pertama kali dari
seorang pasien thypoid abdominalis oleh Gaffkey di Jerman pada tahun 1884, mikroorganisme
ini merupakan bakteri gram negatif yang motil dan bersifat aerob. Kuman
Salmonella thypii masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang
tercemar. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Salmonella
thyphi terdiri dari , Salmonella parathyphi A, Salmonella parathyphi B, dan
Salmonella parathyphi C. Salmonella thyphi merupakan basil gram negatif yang
bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya
empat macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri dari zat kompleklipolisakarida),
antigen H (flagela), antigen V1 dan protein membran hialin. Kuman tumbuh pada
suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 – 41°C (optimum 37°C) dan pH
pertumbuhan 6 – 8.
Ada dua
sumber penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih
terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1
tahun.
4. Gejala
Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30)
hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya
penyakit/gejala yang tidak khas) :
• Perasaan tidak enak badan
• Lesu
• Nyeri kepala
• Pusing
• Diare
• Anoreksia
• Batuk
• Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).
• Lesu
• Nyeri kepala
• Pusing
• Diare
• Anoreksia
• Batuk
• Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).
Menyusul gejala klinis yang lain
1. Demam
berlangsung 3 minggu
§ Minggu
I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan
malam hari
§ Minggu
II : Demam terus
§ Minggu
III : Demam mulai turun secara berangsur – angsur
2. Gangguan
pada saluran pencernaan
§ Lidah
kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang
disertai tremor
§ Hati
dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
§ Terdapat
konstipasi, diare
3. Gangguan
Kesadaran
§ Kesadaran
yaitu apatis – somnolen
§ Gejala
lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler
kulit)
3.
Insiden
Thypoid abdominalis merupakan penyakit infeksi yang
dijumpai secara luas didaerah tropis dan subtropis terutama didaerah dengan
kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang
rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran thypoid abdominalis
di negara sedang berkembang adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air
minum dan standar hygiene industri pengelolahan makanan yang masih rendah.
Menurut PANG, selain karena meningkatnya urbanisasi, thypoid abdominalis masih
terus menjadi masalah karena faktor lain yaitu penyediaan air bersih yang tidak
memadai. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Di Indonesia, thypoid abdominalis terdapat dalam
keadaan endemik, pasien anak yang ditemukan berumur diatas satu tahun.
(Ngastiyah, 2005).
Selama ini penyakit thypoid abdominalis masih
merupakan masalah kesehatan diberbagai negara tropis, terutama Indonesia,
kejadian tifus didunia sekitar 16 juta kasus setiap tahunnya. Di Indonesia
kejadian thypoid abdominalis mencapai 760-810 kasus per 100 ribu penduduk per
tahun. (Anonim, 2007).
4.
Patofisiologi
Infeksi
terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui pembuluh
limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain, terutama
hati dan limfa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan
limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai nyeri
pada perabaan, kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia) dan
menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga
menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak
tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kelainan pada usus. (Ngastiyah, 2005).
5.
Masa Inkubasi (Manifestasi Klinik)
Masa tunas 7-14
(rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala
awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
• Perasaan tidak enak badan
• Lesu
• Nyeri kepala
• Pusing
• Diare
• Anoreksia
• Batuk
• Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).
• Lesu
• Nyeri kepala
• Pusing
• Diare
• Anoreksia
• Batuk
• Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).
a.
Masa tunas 10 – 20 hari yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30
hari.
b.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal
yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat,
nafsu makan kurang.
c.
Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu,
bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus
berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
d.
Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat
nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup
selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan.
e.
Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun
walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi stupor atau koma
(kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
f.
Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang
dapat ditemukan pada minggu pertama demam.
6.
Test Diagnostik
a.
Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan darah untuk kultur (biakan
empedu)
Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu
pertama sakit, lebih sering ditemukan dalam urine dan feces dalam waktu yang
lama.
2)
Pemeriksaan widal
Pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis
thypoid abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu
masuk dan setiap minggu berikutnya. (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk
kultur dan widal)
b.
Pemeriksaan sumsum tulang belakang
Terdapat gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif Reticulum
Endotel System (RES) dengan adanya sel makrofag.
7.
Upaya Pencegahan
v
Usaha terhadap lingkungan hidup :
a.
Penyediaan air minum yang memenuhi
b.
Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
c.
Pemberantasan lalat.
d.
Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
v Usaha
terhadap manusia.
a. Imunisasi
b. Pendidikan
kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Mansjoer, Arif
1999).
a.
Perawatan
Pasien thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan,
observasi dan diberikan pengobatan yakni :
1)
Isolasi pasien.
2)
Desinfeksi pakaian.
3) Perawatan yang baik untuk menghindari
komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, anoreksia dan lain-lain.
4) Istirahat selama demam sampai dengan 2
minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk jika
tidak panas lagi, boleh berdiri kemudian berjalan diruangan.
b.
Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas, susu 2 gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan
makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan biasa.
Mekanismenya :
·
Diet yang sesuai, cukup kalori, tinggi protein,
cukup cairan,tidak boleh mengandung banyak serat, dan tidak merangsang maupun
menimbulakan gas.
·
Makanan diberikan secara bertahap disesuaikan
dengan penyakitnya (mula-mula cair, saring, lunak, makanan biasa). Pada
penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
·
Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2
hari lalu nasi tim.
·
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita
bebas dari demam selama 7 hari.
c.
Obat
Pengobatan antibiotika pada penderita Typhus andominalis akan
memperpendek perjalanan penyakit, mengurangi komplikasi dan mengurangi angka
kematian kasus. Obat-obat simtomatik sebenarnya tidak perlu diberikan secara
rutin pada setiap pasien karena tidak banyak berguna (sesuai dengan penyakit)
misalnya:
·
Antipiretik
·
Kartikosteroid (diberikan pada pasien yang
toksik)
·
Suportif (vitamin-vitamin)
·
Penenang (diberikan pada pasien dengan gejala
neuroprikatri).
Obat anti mikroba yang sering
digunakan :
1)
Cloramphenicol
Cloramphenicol masih merupakan
obat utama untuk pengobatan thypoid.
Dosis untuk anak : 50 – 100
mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari bebas panas/minimal 14 hari.
2)
Kotrimaksasol
Dosis untuk anak : 8 – 20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas
panas/minimal 10 hari.
3)
Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain
Cloramphenicol juga diterapi dengan ampicillin 100 mg/kg BB/hari selama 14 hari
dibagi dalam 4 dosis.
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)